Sekolah
Tinggi Agama Islam Sepakat Segenep, disingkat STAISES adalah satu-satunya
perguruan tinggi Islam di Kutacane, Aceh Tenggara. STAISES adalah lembaga
pendidikan terdepan dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) di Aceh Tenggara.
Kini,
STAISES perguruan tinggi kebanggaan masyarakat Aceh Tenggra tersebut sudah
pindah ke kampus utamanya di desa Biak Muli tepatnya di belakang Markas Koramil
Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara.
Sekolah
tinggi ini sudah berdiri sejak tahun 2002 sesuai dengan Akte pendirian yayasan
Perguruan Tinggi Sepakat Segenep No. 6 Tahun 2002 tanggal 12 Agustus 2002
dengan usaha keras beberapa tokoh pendidri bersama pihak yayasan yang merintis
lembaga resmi pendidikan islam ini sehingga akhirnya resmi berdiri Sekolah
Tinggi Agama Islam Sepakat Segenep (STAISES) Kutacane.
Dengan surat keputusan Direktorat Jendral Kelembagaan
Agama Islam Nomor : Dj.II/79/03, tentang pemberiann izin penyelengaraan
Pendidikan Islam dan Mu’amalah, dan telah diperpanjang dengan Surat keputusan
Dirjen Pendidikan islam Nomor:Dj.I/216C/2006, kemudian SK Dirjen Pendidikan
Islam Nomor : Dj.I/17/2009. Tanggal 15 januari 2009, tentang izin
Penyelenggaraan Program study Raudhatul Atfhal (PGRA) S1 dengan surat Koordinator
Kopertais wilayah V Aceh Nomor : 4666/ Kopertais/V/2003 tanggal 30 September
2003 sehingga sampai saat ini terus beraktifitas dengan kampus referensif
dengan sarana dan prasarana belajar mengajarnya.
Setelah masa jabatan Pengelola Sekolah Tinggi Agama Islam
Sepakat Segenep (STAISES) - Kutacane masa bakti 2006 -2011 berakhir pada
hari Sabtu 11/6 lalu bertepatan dengan tanggal 9/Rajab 1432 Hijriah, dilantik
pula Badan Pengelola Sekolah Tinggi Agama Islam Sepakat Segenep ( STAISES )
- Kutacane yang baru masa bakti 2011 -2015 oleh ketuanya Suhardy
S.Ag Dengan dihadiri para Dosen dan perwakilan dari mahasiswa STAISES
tersebut.
Selama ini STAISES belajar menggunakan gedung sekolah
MTS’N Kutacane, demikian juga mobiler dan lain sebagainya. Perjalanan dari awal
berdirinya STAISES Kutacane tersebut sampai dengan beberapa minggu lalu memang
masih harus menumpang di gedung MTS’N Kutacane karena pembangunan gedung
Perguruan tinggi ini memang dibangun secara bertahaf, mengingat sesuatu dan
lain hal.
Suhardy (45) sebagai Ketua Pelaksana Harian STAISES –
Kutacane kepada Kabar Aceh, pekan lalu mengakui selama ini dalam mengembangkan
STAISES dengan perjuangan yang panjang dan penuh pengorbanan. Dia mengakui
masih banyak kekurangan yang harus kita tutupi selama perjuamngan itu,
demi untuk maju dan berkembangnya STAISES ini.
Mempertahankan STAISES kata Suhardy, adalah hal prinsip
yang paling dijaga oleh pengelola dan Pengurus selama ini.
“Demi berkembang dan terjaganya syariat islam secara
kaffah di tepi perbatasan negeri Aceh ini, dengan kata lain mahasisiwa dan
mahasiswi STAISES diharapkan dapat sebagai benteng pertahanan ajaran Islam
secara hakiki di negeri sepakat segenep ini”, katanya.
Menurut Suhardy kampus STAISES – kutacane yang baru
sekarang ini sedang dipersiapkan dan dilengkapi mobiler dan sarana dengan 16
ruangan. Mulai bulan Maret nanti, STAISES – Kutacane bertekad akan
mandiri dan berdiri sendiri dengan kekuatan yang ada. Sehingga untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan aktivitas selanjutnya di kampus baru
tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Dalam perkembangannya, STAISES Kutacane setiap
tahun akademik mengalami peningkatan, hal ini dapat terlihat dari grafik
meningkatnya jumlah mahasiswa yang masuk Perguruan Tinggi ini
“Setiap tahunnya jumlah mahasiswa terdaftar sebanyak
lebih dari 200 orang dari 3 jurusan yang ada itu. Awalnya pada tahun 2002/2003
jumlah mahasiswa sebanyak 137 orang dan pada tahun 2009 lalu mencapai jumlah
961 orang yang selesai dengan Wisuda sebanyak 534 orang alumni pada saat itu,”
jelas Suhardy
Sekolah Tinggi ini masih sedang mendidik lebih dari 800
mahasiswa, dari tiga program Study Stara 1 (S1) yaitu Prorgam Pendidikan Agama
Islam (PAI) Pendidikan Guru Raudatul Athfal (PGRA) dan Jurusan Ekonomi Syariah.
Sehingga beberapa waktu lalu pihak pengelola STAISES mengajukan lagi permohonan
bantuan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara dan juga kepada
Pemerintah provinsi Aceh tetapi belum ada realisasi. “Dana Pendidikan besar,
tetapi pemerintah tidak memperhatikan kita” kata Suhardy
Sehubungan dengan hal tersebut Arafik.SH.I (36) Ketua
Umum LSM GAKAK (Gerakan Anti Korupsi Alas korvorasion) Kabupaten Aceh
Tenggara dan salah satu alumni STAISES – Kutacane mengharapkan kepada
Pemerintah kabupaten Aceh Tenggara, agar tetap memperhatikan dan dapat membantu
STAISES ini, sehubungan dengan program yang sekarang sedang dicanangkan oleh
Pemerintah Daerah tersebut melalui Peningkatan program Pendidikan dan Agama.
“Demi kelancaran proses belajar mengajar ke depan
dapatlah berjalan baik dan seperti yang diharapkan oleh masyarakat pada
umumnya,” kata Arafik
Pembangunan gedung STAISES – Kutacane sampai dengan saat
ini sudah terbangun dengan jumlah 16 ruang, dengan pemanfaatannya 12 ruang
menjadi ruang belajar dan 4 ruang menjadi kantor Dosen dan Civitas akademik.
Sekolah Tinggi Agama Islam Sepakat Segenep STAISES
Kutacane selama ini dengan berbagai kekurangannya, sebagai mitra pemerintah
dalam pelaksanaan bidang Pendidikan Agama Islam memikliki potensi besar dalam
pengembangan pendidikan berbasis Islam karena (STAISES) –Kutacane merupakan
satu – satunya lembaga tinggi Islam di Kabupaten Aceh Tenggara dan menjadi
salah satu ujung tombak pelaksana syariat Islam, dalam Visi dan Misinya Sekolah
Tinggi Agama Islam Sepakat Segenep (STAISES) – Kutacane memiliki komitmen yang
kuat untuk menciptakan generasi Intelektual Muslim yang mampu menjawab dan
membedung berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Umat Islam.
Dalam upaya pengembangan Sekolah tinggi ini, secara
global STAISES Kutacane masih dihadapkan pada dua permasalahan Internal dan
eksternal. Permasalahan internal berupa minimnya fasilitas yang layak bagi
perguruan tinggi yang bermutu, masih kurangnya kwalitas dan kwantitas tenaga
pengajar (dosen) yang memenuhi standard Komvetentsi dosen, lemqahnya SDM
pengelola menejemen perguruan tinggi sehingga belum mampu bersaing di tingkat
Nasional dan Global, kemudian keterbatasan dana untuk pelaksanaan kegiatan
mahasiswa juga menambah sederetan masalah yang dihadapi.
Kemudian permasalahan eksternal, berupa kwalitas
intelektual lulusan yang belum memenuhi standard nasional maupun global,
sehingga belum mampu bersaing dengan perguruan tinggi lainya yang sudah maju,
masih kurangnya pemahaman serta kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
Agama Islam, sehingga mereka lebih memeilih kuliah diPerguruan tinggi umum
daripada kuliah diPerguruan tinggi agama islam. (Raja Syahnan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar