Namanya Ahmad Banta 35 tahun, belakangan warga desa Kute Kala, Kecamatan
Ketol itu seperti biasa setiap paginya langsung pergi ke ladang sawah miliknya
di Desa Serempah. Dengan bermodalkan cangkul sebagai alat, Banta harus bekerja
keras untuk menghidupi satu Istri Kartini dan dua orang anak masih duduk di
bangku sekolah dasar.
Padi yang kian menguning membuat Banta semakin semangat mengarapnya.
Dalam pikiranya tidak ada lain, harapan untuk padi segera dipanen terus
berkecamuk di pikiranya. Benar paling tidak usai panen padi Banta yang tidak
bisda mengerjakan hal lain hanya mampu mengarap sawanya bersama istri yang kini
telah sakit-sakitan. Hari itu (2/7), tidak ada firasat apapun yang dialami
Banta.
Saat mata cangkul telah berulang kali di tancapkanya ke pematang sawah
dan santap siang telah juga berlalu, keinginan banta untuk meninggalkan sawah
dengan badan tanpa lumpur ternyata lain. Seketika alam seperti murka, gunjangan
tanah yang kian dahsyat dirasakan banta serta suara gemuruh membuatnya tidak
berdaya sama sekali.
Cangkul yang belakangan telah membawa hasil dari sawah miliknya terlepas
dari gengaman tangan kekar milknya. Berikut kisah pilu Banta yang disampaikan
dengan kalimat terbata-bata di Rumah Sakit Datu Beru Takengon (7/7), tepatnya
diruangan rawat inap penyakit dalam pria. “Saya haus, bolehkah saya meminum air
terlebih dahulu”, pinta Banta kepada keluarga yang mendampingginya, sedangkan
istri tercinta Kartini yang sakit serta anak-anak terpaksa diungsikan kerumah
keluarga.
Hari itu, saya benar-benar terkejut mendengar suara gemuruh setelah
gempa yang terjadi selama satu menit. Tanah yang terbelah dikampung Serempah
melejit menuju sawah miliknya yang terletak di bawah pemukiman warga yang di
huni dua ratusan warga. “Saya hanya bias berlari menghindari lumpur yang
menerjang cepat, namun gerak langkah kaki saya lebih cepat tersungkur dengan
gumpalan lumpur dan patahan kayu dan lainya, sehingga terkapar”, jelas Banta
mengenang.
Banta lalu tidak patah semangat, di iringgi zikir yang terucap dihati
serta lumpur yang memenuhi mulut, Banta tetap memperjuangkan dirinya agar
tetap selamat. Bahkan kepada Wartawan Banta megatakan juga meminta kepada ALLAH
“ya ALLAH jika aku masih bisa melakukan tobat, selamatkanlah diriku”, urai
Banta sambil merintih kesakitan karena sekujur tubuhnya terkena goresan batu
serta kayu yang patah terbawa oleh lumpur. “Allahuakbar! Allahuakbar!
Allahuakbar! Kalimat asama ALLAH tidak pernah lekang dari mulutnya. Dan
pengakuan lain dari Banta, dirinya melafalkan Azan dan Qamat.
Saat bergelut dengan lumpur yangt bercampur batu serta potongan dahan
kayu, Banta mjuga mengaku didadanggi dua bayangan putih yang selalu menuntunya
kemana saja dirinya terbawa lumpur. “Saya selalu di temani oleh dua bayangan
putih dan mengikuti kemana saja saya saat terbawa lumpur”, kata Banta.
Awalnya bayangan putih itu mengejar kemana saja Banta terbawa lumpur,
lalu bayangan itu menuntun Banta hingga terlempar ke daratan kering
perkampungan Serempah. “Saya hanya mengigat bayangan itu menuntun saya, lalu
telah berada di atas tanah perkampungan desa”, kisah Banta Masih tergiang
diingatan Banta, saat itu teriakan warga serta tangisan anak-anak memecah
suasana di desa Serempah yang terletak di ujung Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh
Tengah.
Dengan sisa tenaga Banta yang sebelumnya mengenakan pakaian saat
mengerjakan sawah, namun usai bergelut dengan lumpur Banta hanya mengenakan
celana panjang. Baju yang sebelumnya dikenakan tersobek dan lepas dari
tubuhnya, hingga kulitnya tersobek-sobek terkena batui dan kayu. Langkah Banta
terus menyusuri jalan kecil untuk keluar dari desa Serempah.
Desa yang sebelumnya ramai, kini setengah pemukiman hilang terbawa arus
tanah dan menengelamkan apa saja di permukaanya. Dalam perjalanan, sebut Banta
dirinya pertemu dengan Pendi warga Serempah. “Saya masih mengenalnya, namun
Pendi tidak mengenal saya”, tutur Banta. Lalu Banta menyebutkan namanya, “Saya
Banta” dengan suara parau tanpa baju dengan luka di sekujur tubuh.
Setelah mengetahui itu Banta, Pendi langsung memapah Banta berjalan,
hingga berjumpa dengan warga lainya. Dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Datu
Beru Takengon dengan sepeda motor, hingga tidak sadarkan diri selama satu hari
lebih. Ahmad Banta kini masih saja terbaring lemas di salah satu ruangan Rumah
Sakit Datu Beru Takengon, dirinya masih memerlukan pertolongan dari siapapun.
“Saya sudah tidak punya apa-apa lagi, rumah juga terkena dampak gempa”,
jawabnya pilu. Kondisi Banta Selain mengalami luka-luka, sesekali Banta
mengerang ingin muntah, artinya kondisi banta perlu penanganan medis lebih
lanjut, karena megalami benturan demi benturan di sekujur tubuhnya. Lain itu
Banta juga membutuhkan biaya untuk istrinya yang sakit.
lintasgayo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar