Debus dalam bahasa Arab berarti
tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Bagi sebagian masyarakat awam,
kesenian Debus memang terbilang sangat ekstrim.Pada masa sekarang Debus sebagai
seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan atau penutupan acara
adat.
Atraksi Debus merupakan
kesenian beladiri yang dipergunakan yang mempertunjukan kemampuan manusia yang
luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam,
kebal air keras dan lain- lain. Beberapa literature dan catatan sejarah menerangkan
bahwa kesenian tersebut berawal pada abad ke-16 dan berkembang didaerah Banten pada
masa pemerintahan Sultan Maulana Hasunuddin (1532-1570).
Debus mulai dikenal pada
masyarakat Banten sebagai salah satu cara
penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah
Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan kedaerah Banten sebagai salah satu
cara penyebaran Islam pada waktu itu.
Sementara, literature
lainnya menyebutkan bahwa Seni Debus adalah berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin Al-Raniri yang dibawa ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848-1908). Di Aceh sendiri,
Debus lebih dikenal dengan Top Daboeh.
Seiring dengan perjalanannya,
Seni Debus semakin berkembang dan berkolaborasi dengan Seni Tari dan Suara. Debus
itu sendiri biasanya menunjukkan kemampuan manusia yang luar biasa dan seakan-akan
diluar kelaziman pada umumnya.
Debus yang
dipertontonkan diantaranya menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya
tanpa terluka, mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau pedang,
memasukkan bara api kedalam mulut, menusukkan jarum kawat kelidah, kulit pipi atau
anggota tubuh lainnya hingga tembus tanpa mengeluarkan darah.
Selainitu, Debus juga
sering mempertontonkan kemampuan menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian
yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh, membakar tubuh dengan api,
bergulingan di atas serpihan kaca, menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam
lainnya tanpa terluka.
Biasanya, pagelaran Rapa
ie tersebut dimainkan oleh beberapa orang pemegang gendang besar (rapa ie),
rebana, seruling (serune kale). Upacara dipimpin oleh seorang khalifah yang
biasa disebut syech yang biasanya melantunkan syair-syair dan beberapa penari
debus yang memainkan senjata tajam seiring dengan dentuman gendang.***
Sanggar Rapa ie Tuha Lamreung
Salah
satu komunitas pekerja seni yang selama ini intens menjaga dan mengembangkan warisan
budaya kesenian Debus (Top Daboeh) di Aceh adalah Sanggar Rapa ie Tuha Lamreung.
Sanggar tersebut telah berdiri sejak 1940-an dan dibentuk oleh masyarakat Lamreung
Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar.
Bahkan,
diyakini bahwa Sanggar Rapa ie tersebut juga turut diprakarsai oleh seorang pahlawan
nasional yang berasal dari daerah tersebut yang bernama T. Nyak Arief. Adapun
riwayat pembentukan Sanggar Rapa ie Tuha Lamreung itu sendiri awalnya untuk menyemangati
para pejuang-pejuang Aceh dalam melawan penjajahan Belanda.
Namun
sebenarnya perkumpulan ini belum memiliki nama pada awal pembentukannya, sampai
tahun 2009 masyarakat lamreung terus melestarikan adat dan khazanah budaya,
maka pada awal tahun 2009 mereka bermusyawarah dengan tuha peut gampong dan akhirnya
member nama perkumpulan tersebut dengan nama Sanggar Rapa ie Tuha Lamreung.
Hal tersebut diungkap kan oleh Isafuddin
Idris yang merupakan sekretaris Sanggar Rapa ie Tuha Lamreung. Menurutnya, sanggar
tersebut berdiri pada tanggal 04 Mai 2009 yang
beralamatkan di JalanT. Nyak Arief desa Lamreung, Kecamatan Krueng
Barona Jaya, Aceh Besar.
Sanggar tersebut adalah tempat bernaungnya
individu-individu yang perduli untuk terus menjaga dan berkontribusi aktif dalam
mengembangkan kesenian yang sudah ada sejak zaman dulu tersebut. Diharapkan,
kesenian yang mulai sulit dijumpai tersebut akan lestari dan terpelihara nantinya.
Lebih jauh, Isafuddin mengatakan bahwa
sanggar seni Rapa ie Tuha sudah pernah terlibat dibeberapa kegiatan acara,
diantaranya festival tradisikreasi se-Aceh 2010 di Taman Budaya Kota Banda
Aceh, pagelaran seni aktivatif Taman Budaya 2012, festival Iboih 2012 di Sabang
dan dibeberapa tempat lainnya.
“Kami juga membuka pelatihan Rapaie
debus dan tarian secara gratis kepada siapa saja masyarakat yang ingin ikut berlatih
dan bersama-sama berkontribusi aktif dalam mengembangkan kesenian yang sudah ada
dari zaman dahulu ini. Namun walaupun gratis, tapi kami mempunyai beberapa peraturan
sanggar yang memang harus ditaati,”demikian ungkap Idris.
Sanggar Rapa ie Tuha Lamreung tersebut
beranggotakan anak-anak sampai remaja mulai dari umur 11 tahun-17 tahun dan juga
para pembina terdiri dari beberapa orang tua, juga para pelatih yang sudah profesional
dibidangnya masing-masing.
Menjawab Kabar Aceh tentang tanggapan orang tua yang anaknya tergabung dalam
sanggar tersebut Idris menerangkan bahwa para orang tua menyambut positif hal tersebut.
Apalagi menanamkan jiwa seni sejak mereka masih anak-anak, diharapkan nilai-nilai
seni dan khasanah budaya sudah tertanam sejak dini.
“Alhamdulilah sampai saat ini para
orang tua anggota kita men-support positive kegiatan ini, karena mereka memang menyadari
bahwa ini merupakan kesenian adat kita sebagai bangsa Aceh,” demikian ujar Idris
yang mana anaknya juga ikut sebagai anggota sanggar.
Menyinggung tentang waktu pelaksanaan
latihan, menurutnya pihak pengurus sudah mengatur waktu sedemikian rupa sehingga
proses pelatihan tidak mempengaruhi jadwal belajar sekolah, belajar dan pengajian
anak-anak. Pelatihan disanggar ini dimulai setiap malam Kamis pelatihan Rapa ie
Debus oleh para remaja, Minggu sore pelatihan Rapa ie Debus untuk anak-anak,
dan hari Jumat-Sabtu sore pelatihan tarian.
“Kami juga selalu mengadakan kegiatan
festival tradisi dan kreasi di setiap dua tahun, karena ini sudah merupakan kalender
kegiatan aktif sanggar kita guna untuk mengingatkan para generasi muda bahwa
Aceh sangat kaya akan seni-nya, dan juga kita selaku masyarakat Aceh harus terus
menjaga dan mengembangkan kesenian. Apalagi khususnya seni Rapa ie Dabus (Top
Daboeh) yang sudah mulai hilang tertelan oleh zaman,”
demikian tambahnya.
Idris juga meminta kepada para pemerintahan
khususnya dinas terkait agar bisa mensupport dan memperhatikan sanggar Rapa ie Tuha
Lamreung tersebut yang telah lama ikut aktif dalam kesinambungan mengembangkan kesenian
rapa ie debus, dan juga harapnya agar pemerintahan bisa memberikan sedikit ruang
untuk para seniman didalam sanggar ini menunjukan aksi kebolehannya dalam bermain
Rapa ie Debus.
“Kepada dinas terkait khususnya
yang membidangi kebudayaan dan pariwisata, kami berharap agar lebih memperhatikan
kesenian dan budaya yang ada di Aceh, karena selama ini Aceh sangat terkenal akan
kekayaan seni dan budayanya hal itu diakui oleh masyarakat luar Aceh juga bahkan
sampai luar negeri,” demikian pungkas Isafuddin Idris. Semoga…(Aditya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar