Sigli - Suatu tempat orang
bekerja di kursi empuk, diterpa sejuknya AC, di dalam ruangan gedung eksklusif
dan dengan gaji menggiurkan, maka ada di suatu tempat lain sekelompok seorang
harus berpeluh
keringat di lokasi yang berbau busuk penuh lalat, di bawah teriknya sengatan matahari
atau harus basah bercampur kotoran hanya demi mencari rezeki yang tak seberapa
serta belum tentu cukup untuk kebutuhan hidup.
Begitu
ungkapan yang pantas untuk menggambarkan betapa keras, getir dan besarnya
perjuangan seorang pemulung dalam mengais rezeki diantara tumpukan dan onggokan
sampah.Saat orang lain membuang barang yang dianggap sudah tak berguna lagi,
namun , bagi mereka buangan tersebut akan menjadi begitu bermanfaat dan berkah
sebagai sumber rezeki bagi seorang pemulung.
Sore itu
jam menunjukan pukul 16.30 wib dengan cuaca hujan gerimis, sang pemulung itu
terlihat dengan wajah lesu serta bercampur keringat sedang duduk di
sebuah kantin yang sudah ditutup oleh pemiliknya, tepatnya dibelakang kantor
Sekdakab Pidie. Ia sedang beristirahat sambil membersihan botol plastik air
mineral dengan sebilah pisau yang selalu dibawanya, botol plastik tersebut
dikumpulkan dari hasil mengais pada tumpukan dan onggokan sampah di
seluruh lingkungan Instansi Pemerintah Kabupaten Pidie. Ia lakukan itu pada
sore hari ketika jam kantor telah tutup.
Tak lain
Lelaki yang lusuh itu bernama Rahmadhani umurnya sekitar 45 tahun, tercatat
sebagai warga desa giging kecamatan Pidie dan saat ini telah mempunyai
tanggung jawab sebagai kepala keluarga, istrinya bernama Samsidar dan
serta telah mempunyai dua orang anak, yang masih berstatus pelajar, yakni anak
pertama seorang putri bernama Candani saat ini masih duduk bangku SMK, dan anak
kedua Idriansyah bersekolah di SD Negeri 5 Gigieng.
Saban
hari suami dari Samsidar ini menggais rezeki dari onggokan sampah tumpukan
kantor pemerintah Kabupaten Pidie, profesi sebagai pemulung sudah ditekuni nya
sejak tahun 2007 hingga sekarang. Hanya berbekal sebuah motor becak yang
tergolong sudah usang itu. Ia mengangkut hasil dari pengais tersebut. Namun
baginya, meskipun harus berteman dengan tumpukan sampah tapi bagi ayah dari
Candani ini bersyukur pada pekerjaan yang di gelutinya saat ini.
“Karena,
pekerjaan ini tanpa mengeluarkan modal sedikitpun cukup berbekal motor becak
saja, hasil jerih payah yang di dapatkan hanya mencukupi untuk
menutupi biaya kebutuhan rumah tangga sehari-hari” kata sang pemulung itu
sambil mengusapkan keringat.
Barang
bekas seperti botol plastik air mineral yang telah dibersihkan nantinya dijual ke
tempat penampungan barang-barang bekas kawasan di lungputu, dengan harga yang
sudah dibersihkan Rp 4000 kg, dalam satu hari ia mendapat penghasilan rata-rata
antara Rp 30 s/d 40 ribu dari penjulan tersebut.
Walau
hasil penjualan barang bekas tersebut hanya menutupi biaya kebutuhan rumah
malah kadang tak sesuai harapan, namun dirinya tetap merasa bersyukur dan terus
bekerja berpeluh keringat.Tak ada keraguan sedikit pun membersihkan kotoran
berupa air berbau yang melekat pada plastic,botol,kertas demi untuk dapat
terjual dengan harga maksimal.
Mungkin
hanya segelintir orang menganggap profesi pemulung ini pekerjaan yang hina,
akan tetapi bagi kami sebatas halal dan tidak merugikan orang lain,”ujarnya
kepada wartawan.
Meskipun telah membantu Pemerintah
dalam menanggulangi permasalahan agar sampah tak menggunung di lokasi
pembuangan. Namun siapa yang mau peduli soal jasa pemulung ini, karena memang
di Negeri ini hanya orang berbaju dinas resmi lah yang biasa mendapat tanda
jasa/penghargaan karena tugas pengabdiannya. (sal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar