Home » , » Upah Pekerja di Aceh Rp 1.750.000 Sebulan "Keuchik Tuntut Gaji Sesuai UMP"

Upah Pekerja di Aceh Rp 1.750.000 Sebulan "Keuchik Tuntut Gaji Sesuai UMP"

Written By Unknown on Senin, 04 November 2013 | 04.10

Banda Aceh – Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) para pekerja di daerah ini Rp 1.750.000 per bulan atau Rp 70 ribu per hari bagi setiap pekerja lajang. Penetapan upah baru bagi pekerja (UMP Aceh) itu efektif berlaku per 1 Januari 2014.
Standar upah itu dituangkan dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 78 Tahun 2013, tanggal 31 Oktober 2013 yang ditandatangani Gubernur Zaini Abdullah dan Sekda Dermawan.
“Peraturan gubernur ini berlaku bagi seluruh pekerja/karyawan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD, instansi pemerintah, maupun usaha sosial yang beroperasi di daerah ini,” kata Ir Zulkifli MM, kepada Serambi, Minggu (3/11).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Aceh itu mengakui, secara riil UMP Aceh tahun 2014 hanya naik Rp 200.000 per bulan dan itu disadari masih belum memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHL) pekerja lajang di daerah ini yang rata-rata Rp 1,8 juta per bulan. Namun, dengan adanya iktikad baik gubernur memperbaiki kesejahteraan pekerja, maka sebagian dari kebutuhan hidup kaum buruh di daerah ini, relatif terpenuhi.
Menurutnya, gaji para pekerja mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Karenanya, penetapan upah minimum sebagai jaring pengaman di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Aceh, telah mempertimbangkan faktor-faktor upah minimum seperti KHL, produktivitas makro, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja, kemampuan usaha, dan kemampuan perusahaan yang beroperasi di daerah ini.
“Alasannya, sesuai hasil penelitian di beberapa kabupaten/kota yang dilakukan tim pengupahan daerah, kini diketahui bahwa tingkat inflasi relatif tinggi, sehingg KHL seorang pekerja lajang rata-rata di atas 1,8 juta rupiah,” ujarnya.
Penetapan dan penerapan UMP baru yang efektif berlaku 1 Januari 2014 ini, katanya lebih lanjut, telah mempertimbangkan berbagai faktor. Misalnya, penghitungan KHL berdasarkan sembilan komponen. Antara lain, kebutuhan makanan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi.
Didampingi Kabid Hubungan Industrial dan Jamsostek Hasballah SH, Zulkifli menyebutkan, UMP Aceh yang ditetapkan gubernur sebesar Rp 1,750 juta per bulan, atau Rp 70 ribu per hari, merupakan upah terendah atau jaring pengaman bagi pekerja kelas bawah.
Karenanya, ketentuan pembayaran gaji minimum provinsi ini wajib ditaati pengusaha di daerah ini. Namun, bagi pengusaha atau pimpinan perusahaan yang tak mampu menerapkan upah baru 2014, diminta segera mengajukan permohonan penangguhan.
Menurut dia, perusahaan yang hendak mengajukan permohonan penundaan pembayaran UMP harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya, harus ada kesepakatan dengan serikat pekerja atau karyawan. “Namun, yang juga menjadi pertimbangan utama adalah neraca terakhir perusahaan untuk menentukan layak tidaknya perusahaan tersebut memperoleh dispensasi penundaan pembayaran UMP 2014,” jelasnya.
Sementara Wakil Ketua Serikat Pekerja Aceh, Drs M Yunan, mengingatkan dewan pengupahan, agar survei kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi patokan minimum bagi penetapan upah minimum provinsi (UMP). “Tanpa menafikan kemampuan perusahaan, kesejahteraan buruh harus jadi salah satu pertimbangan dalam penetapan UMP,” katanya.
Ia sarankan, UMP sebaiknya berada di batas minimum sesuai KHL. Tapi penghargaan pada produktivitas pekerja harus pula diperhatikan dengan penambahan upah.
Sementara itu, puluhan keuchik dari sepuluh kabupaten/kota di Aceh yang mengikuti Pelatihan Manajemen Pemerintahan Desa di Hotel Grand Nanggroe, Banda Aceh, meminta setiap bupati/wali kota menyamakan semua gaji keuchik sesuai UMPAceh. Pasalnya, selama ini gaji keuchik berbeda setiap kabupaten/kota sesuai PAD dan rata-rata jauh di bawah UMP. Di Pidie, misalnya, hanya Rp 800 ribu per bulan, bahkan Bireuen di bawah itu lagi.
“Rata-rata keuchik dalam pelatihan tadi mengeluhkan soal gaji, semuanya meminta agar gaji minimal disamakan dengan buruh saja, yaitu sesuai UMP Aceh. Selama ini gaji keuchik sangat tak sesuai dengan beban kerja, meski begitu saya tetap menyemangati agar keuchik dalam menjalankan tugas tetap bersemangat,” kata Keuchik Lampulo, Banda Aceh, Alta Zaini, salah satu pemateri.
Kemarin para keuchik yang sudah empat hari mengikuti pelatihan ini juga berkunjung ke Kantor Keuchik Lampulo, karena Keuchik Lampulo, Alta Zaini sudah banyak meraih prestasi tingkat lokal maupun nasional dalam pengelolaan gampong.
Kabid Kelembagaan, Prasarana, dan Sarana Pedesaan (KSPP) BPM Aceh, Mohamad Irfan MSi yang memimpin rombongan keuchik ini menyatakan selain persoalan gaji, banyak hal lain disampaikan keuchik dalam pelatihan tersebut. Misalnya, meminta kantor.
Permintaan itu sangat wajar, pasalnya selama ini dari 6.465 gampong di Aceh, hanya 1.849 gampong yang memiliki kantor keuchik. Sedangkan 4.615 gampong lagi belum punya. (*)
aceh.tribunnews
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Copyright © 2011. Kabar Aceh - All Rights Reserved
Alamat Redaksi/ Bisnis/ Pemasaran: Jln.Mohd.Taher,Kec.Lueng Bata,Banda Aceh. Telp/Hp: 081360224009