Banda Aceh – Perkembangan
kesenian di Aceh seakan terus melejit. Salah satunya adalah perkembangan seni
tari. Biasanya, denyut seni tari selalu berada dalam wadah yang dikenal dengan
sanggar tari. Namun, tidak semua sanggar tari memiliki ketertarikan untuk
berkreasi menciptakan seni tari baru yang sekaligus tetap menjaga originalisasi
nilai adat dan budaya.
Hal tersebut menjadi prioritas utama yang dilakukan oleh
Sanggar Lempia (Lembah Gunung Piatu). Sanggar tersebut yang berdiri sejak tahun
1985 sampai tahun 1990. Akhirnya mendapat pengesahan (AKTA) pada tanggal 15
Januari 2004 di Lampaseh Kota Banda Aceh. Nama Lempia diangkat dari sejarah
tempat tinggal sang pelatih yang juga merupakan pimpinan sanggar Lempia
tersebut.
Sanggar Lempia adalah merupakan organisasi kesenian yang
bergerak dibidang seni tari, sastra/puisi, dan music tradisional. Dalam
aktifitasnya, sanggar tersebut sangat mementingkan semangat kekeluargaan dan
gotong royong serta musyawarah dan mufakat.
Sanggar tersebut dibentuk
untuk menanamkan berkepribadian Indonesia yang mencintai kebudayaan daerah
kepada anggotanya, memandu dan menumbuh-kembangkan minat dan bakat seni dari
generasi muda dan membantu pemerintahan dalam melesatarikan budaya daerah
khususnya di Aceh. Hal tersebut disampaikan oleh pendiri sekaligus pimpinan
Sanggar lempia Zufli Hermi Daud.
Masih menurutnya, Sanggar
Lempia sudah banyak memberikan konstribusi positif bagi kemajuan kesenian di
Aceh. Konstribusi tersebut sudah dilakukannya sejak tahun 1985 khusuny dalam
bidang pengembangan seni dan budaya di Aceh sesuai dengan jalurnya yaitu
mempertahankan nilai tradisionalisme seni tersebut tanpa memodifikasinya.
Seperti penuturannya, saat
ini dirinya sedang fokus melatih anak didiknya di Sanggar Lempia yang saat ini
jumlahnya mencapai 70 orang. Mereka dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
senior dan kelompok junior.
“Kalau junior usia SD sampai
dengan SMP, sementara yang Senior usia SMA sampai dengan kuliahan,” demikian
ungkap pria yang biasa disapa Emi.
Tari Ratoh Trieng
Saat ini, Sanggar Lempia
sedang memfokuskan diri mengembangkan sebuah tarian yang diberi nama Tarian
Ratu Trieng. Sesuai dengan namanya, dalam bahasa Aceh, Trieng bermakna bambu.
Tari tersebut menggunakan potongan bambu panjang dan dipukul oleh 11 orang
wanita yang duduk berbaris dihadapan bambu tersebut menggunakn stik sehingga
akan memunculkan alunan suara yang sangat indah.
Alunan suara ketukan bambu
tersebut, dikolaborasikan dengan vocal dan pemusik pria yang berjumlah 8 orang.
Jumlah tersebut merupakan lazimnya di Aceh karena setiap seni tari yang
dibarengi musik, pasti didampingi oleh vocal.
Masih menurut penuturan Emi,
bahwasanya tari Ratu Trieng tersebut sebenarnya diangkat dari nilai histori “trieng”
itu sendiri yang berarti bambu. Seperti diketahui, bambuadalah salah satu
tumbuhan yang sangat berguna digunakan masyarakat Aceh sejak jaman dahulu.
Namun, seiring pertumbuhan
jaman, perlahan kegunaan bambo dalam kehidupan masyarakat Aceh mulai
ditinggalkan dan digantikan dengan peralatan modern. Biasanya peralatan
tersebut mencakup peralatan rumah tangga, mulai dari aksesoris kecil, bahkan
sampai dijadikan bahan utama membangun tempat tinggal.
“Sewaktu zaman dulu
bambusangat bergunabagi masyarakat Aceh, tetapi seiring bergantinya zaman ke
modern, hasil-hasil dari bambu itu sendiri sudah mulai ditinggalkan,” demikian
tambahnya.
Berdasarkan pemikiran
itulah, Emi berupaya melestarikan kembali nilai historis bambo tersebut melalui
kesenian yaitu dengan melahirkan dan mengembangkan seni tari Ratu Trieng
tersebut. Diharapkan nantinya, kesenian tersebut dapat dipentaskan.
Tari Ratu Trieng tersebut
nantinya tidak akan meniru gerakan dari tari lainnya. Irama pukulan bambu
tersebut nantinya dipadu dengan vocal yang mengisahkan tentang manfaat dan jasa
bambu dalam kehidupan masayarakat Aceh.
Diharapkan nantinya, tarian
Ratu Trieng yang sudah pernah dipentaskan dalam beberapa event yang pernah
digelar di Banda Aceh tersebut nantinya akan dipentaskan juga di event-event
nasional bahkan internasional.
“Sudah kita tampilkan di
beberapa event yang ada dikota Banda Aceh, tapi kalau untuk keluar negeri belum
pernah karena tarian ini masih baru,” ujar Emy.
Selain melahirkan tari Ratu
Trieng tersebut, sanggar Lempia juga sudah banyak melahirkan kreasi-kreasi
kesenian lainnya. Namun, sanggar tersebut tetap menjaga nilai tradisinya. Ia
mencontohkan, ada beberapa tarian yang dianggap menyeleweng/meyalahi nilai
tardisionilnya seperti Tari Ratu Duk dianggap Tari Saman.
Emy juga meminta kepada para
seniman agar bisa menjaga dan menghargai kesenian tradisi Aceh. Dirinya
mengharapkan agar jangan merubah atau memodifikasi kesenian tradisi Aceh tersebut
sehingga kedepannya akan berdampak buruk bagi anak-cucu nantinya.
“Jadi buat para seniman yang
ingin menambah polesan lain kepada kesenian tradisional yang memang sudah ada
baik dari segi berpakaian, bersanggul kalau buat wanita, juga gerakannya, tolong
pikirkan dampak kedepannya untuk generasi yang akan datang,” demikian pungkas
Zufli Hermi Daud.(Aditya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar